Kamis, 03 Oktober 2013

Jenis Khat Kaligrafi


Khat Kufi 

Khat Kufi adalah gaya tulisan Arab yang karaker dominannya berbentuk siku (kubisme), Kufi muncul pertama kali di Kota Kuno Kufah Irak, dan pada perkembangan selanjutnya menyebar ke sebagian wilayah dunia Islam,sehingga jenis tulisan ini sebagai tulisan Pan Islami di samping tulisan Tsulus dan naskhi. Lantaran bentuk Khat Kufi yang bersiku tersebut sangat sesuai untuk keperluan dekoratif pada bangunan arsitektur seperti masjid, madrasah dan gedung-gedung kota di negeri Islam. Walaupun demikian pda awal-awal pwrkwmbangan Islam Kufi digunakan sebagai tulisan untuk mushaf Al Qur’an. Adapun jenis-jenis Khat kufi adalah sebagai berikut:

1. Kufi Musyajjar (Floriated Kufi)
kufi Musyajjar ini adalah model Kufi di mana garis Vertikalnya diperluas ke bentuk dedaunan dan bunga dalam berbagai ukuran.

2. Kufi Mudhaffar (Plaited Kufi)
Kufi mudhaffar adalah jenis tulisan tulisan Kufi yang di mana huruf-huruf vertikalnya berkait jalinan antara satu huruf dengan huruf yang lain.

3. Kufi Animasi (Animated Kufi)
Kufi Animasi adalah jenis tulisan Kufi yang menggambarkan animasi figur makhluk hidup seperti manusia dan binatang.

4. Kufi Murabba” (Squared Kufi)
Sesuai dengan namanya, jenis Kufi Murabba’ ini terdiri dari garis-garis lurus horizontal yang dihubungkan dengan garis-garis vertical hingga tercipta sudut atau bersiku-siku.

5. kufi Muzakhraf
Khat Kufi Muzakhraf adalah khat Kufi yang dipadukan dengan zukhrufiyah yang bermotif frolal yang digayakan.
Adapun jenis-jenis Kufi yang lain masih banyak jenisnya, seperti Kufi Mushafi, kufi Timur (Estern Kufi), Kufi Kontemporer, Kufi magribi dan lain-lain.

 Khat Tsuluts 

Dinamakan khat Tsuluts karena ditulis dengan kalam yang ujung pelatuknya dipotong dengan ukuran sepertiga (tsuluts) goresan kalam. Ada pula yang menamakannya khat Arab karena gaya ini merupakan sumber pokok aneka ragam kaligrafi Arab yang banyak jumlahnya setekah khat Kufi.

Untuk menulis dengan khat Tsuluts, pelatuk kalam dipotong dengan kemiringan kira-kira setengah lebar pelatuk. Ukuran ini sesuai untuk khat Tsuluts Adi dan Tsuluts Jali. Khta Tsuluts yang banyak digunakan untuk dekorasi dinding dan berbagai media karena kelenturannya, dianggap paling sulit dibandingkan gaya-gaya lain, baik dari segi kaedah ataupun proses penyusunannya yang menuntut harmoni dan seimbang. Dalam rentang perjalanannya, khat Tsuluts berkembang menjadi beberapa gaya, antara lain : 

1.      Khat Tumar
Khat yang diciptakan oleh Qutbah al-Muharrir yang tumbuh dan berkembang di masa Bani Umayyah ini biasa ditulis dalam ukuran besar dengan aturan-aturannya yang simple. Khat ini sangat cocok untuk dekorasi dinding atau media-media berukuran besar. Para khattat Turki menamakannya Jali Tsuluts atau Tsuluts Besar. Tumar atau Tamur jamaknya Tawamir bermakna sahifah (lembaran atau manuskrip). Khat Tumar artinya khat yang ditulis di lembaran atau manuskrip. 

2.      Khat Muhaqqaq
Penciptanya adalah Ibnu Bawab (w.413 H). Ibnu Bawab adalah kaligrafer masyhur setelah Ibnu Muqlah. Khat ini hampir mirip dengan khat Tsuluts karena perbedaan keduanya sangat samar dan hanya dapat diketahui oleh ahli khat yang cermat. Pada perkembangannya, khat ini semakin redup dan jarang sekali digunakan sehingga posisinya digeser oleh khat Tsuluts.

3.      Khat Raihani
Pencipta khat ini adalah Ibnu Bawab juga, namun berhubungan erat dengan Ali ibn al-Ubaydah al-Rayhan (w. 834 M) sehingga namanya diambil untuk nama khat ini. Pendapat lain menjelaskan Rayhani dengan kata Rayhan yang berarti harum semerbak karena keindahan dan popularitasnya.

4.       Khat Tawqi’
Tawqi’ artinya tanda tangan, karena para khalifah dan perdana menteri senantiasa menggunakan Tawqi’ untuk menandatangani perbagai naskah mereka. Diciptakan oleh Yusuf al-Syajari (w.210/825M). Lalu berkembang di tangan Ahmad ibn Muhammad yang dikenal dengan Ibnu Khazin (w.1124 M) sebagai murid generasi kedua Ibnu Bawab. Yang membedakan Tsuluts dengan Tawqi’ adalah ukuran Tawqi’ yang selalu ditulis sangat kecil. Bentuk yang menyerupai Tawqi’ adalah Tugra’ atau Turrah yang pada awalnya berfungsi sebagai cap dan lambang sultan-sultan Usmani dengan ukuran bervariasi.

5.      Khat Riqa’ atau Ruqa’
Riqa’ jamaknya Ruq’ah artinya lembaran daun kecil halus yang digunakan untuk menulis khat tersebut. Gaya ini diciptakan oleh Al-Ahwal al-Muharrir yang diolahnya dari Khafif Tsuluts. Sebagian sejarawan menamakan gaya ini dengan khat Tawqi’, namun yang lebih benar adalah bahwa Riqa’ pun diolah pula dari Tawqi’. Ukuran Riqa’ lebih kecil dari Tawqi’ dan digunakan khusus untuk menyalin teks-teks kecil dan penyajian kisah.

6.      Khat Tsulusain
Diciptakan oleh saudara Yusuf al-Syajari bernama Ibrahim al-Syajari (w.200an H) di zaman Bani Abbas. Ibrahim membuat kaedah Tsulusain dari khat yang sudah ada semenjak dahulu yaitu khat Jalil. Tsulusain berarti dua pertiga karena ditulis dengan kalam yang ujung pelatuknya dipotong seukuran dua pertiga lebar goresan kalam, sedikit lebih kecil dari khat Tumar yang ditulis sangat besar.

7.      Khat Musalsal
Diciptakan oleh Al-Ahwal al-Muharrir dari keluarga Barmak di zaman Bani Abbas. Sebagian huruf-huruf khat ini saling berhubungan, oleh karena itu beberapa sejarawan modern menamakannya khat Mutarabit yang berarti saling ikat atau berikatan.

8.      Khat Tsuluts ‘Adi
Pencipta khat ini adalah Ibrahim al-Syajari diawal abad ke-3 H di zaman Bani Abbas. Dalam beberapa kamus bahasa Arab disebutkan, “anna al-sulusiyya min al-khuttut huwa al-galiz al-huruf” (sepertiga dari khat adalah huruf yang sulit).

9.      Khat Tsulus Jali
Jali artinya wadih (jelas). Kejelasan dalam hal ini terletak pada lebar anatomi hurufnya yang lebih dominan daripada jaraknya, dibandingkan dengan jarak yang lebih dominan daripada lebar anatomi hurufnya dalam Tsulus ‘Adi. Dengan demikian, dalam Tsulus Jali akan tampak dengan jelas komposisi huruf yang bertumpuk memadati ruang media yang ditulis. Khat ini banyak digunakan untuk menulis judul-judul dan media seni yang permanen.

10.   Khat Tsulus Mahbuk
Mahbuk artinya terstruktur atau tersusun rapi, yang diukur menurut keindahan pembagian (husn al-tawzi’) dan aturan komposisi (ihkam al-tartib). Keindahan pembagian dicirikan dengan tidak adanya kelompok huruf yang bertumpuk di satu tempat sementara tempat lain terlalu kosong sehingga mendorong khatta memperbanyak dan mengisinya dengan syakal dan hiasan untuk mensari keseimbangan. Sedangkan aturan komposisi adalah ketepatan memposisikan kata, huruf, dan titik di tempat-tempat yang strategis.

11.  Khat Tsulus Muta’assir bil Rasm
Beberapa khattat atau kaligrafer berusaha menggubah aksara Arab kepada bentuk visual yang bisa berbicara biar lebih bervariasi sekaligus untuk menyeimbangkan antara ketaatan terhadap ajaran agama dengan kesenangan menggambar, karena dalam Islam visualisasi makhluk hidup secara jelas berlawanan dengan semangat dakwah agama tersebut untuk selalu menjaga ketauhidan dan menjauhi kesyirikan. Potensi huruf Arab yang sangat lentur dan mudah dibentuk mendorong para khattat menciptakan gambar-gambar simbol yang mengungkap kalimat-kalimat suci dan tauhid, sehingga kaligrafi diolah menjadi sarana menggambar yang terbebas dari visualisasi makhluk hidup secara terang-terangan. Khat yang dipengaruhi gambar ini akhirnya diterima dan populer di kalangan seniman muslim. Banyak ragam dan variasi aliran khat ini, yang secara bebas mengambil pola figural atau simbolik berupa gambar manusia, binatang, tumbuhan dan benda-benda.

12.  Khat Tsulus Handasi
Gaya ini merupakan Tsulus yang menyusun huruf dan kata secara geometris (handasi) dan indah berdasarkan rasa seni, sehingga menjadi dasar kekompakan, keserasian, dan penyatuan sebuah karya.

13.  Khat Tsulus Mutanazhir
Mutanazhir artinya saling memantul. Dinamakan pula khat Tsulus Mir’at (cermin), dimana yang berada disamping kanan memantul ke samping kirinya, sehingga seolah diantara dua sisi tersebut ada cermin. Khat ini dinamakan juga dengan gaya Ma’kus (memantul), musanna (AC-DC atau dua dimensi), dan ‘Aynali (saling tatap). Gaya ini tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan muslim yang saling berbalas kebaikan dalam kehidupan sehari-hari seperti memberi salam dan menjawabnya.
Khat Naskhi 
Khat Naskhi adalah tulisan yang sampai ke wilayah Arab Hijaz dalam bentuknya yang paling akhir, setelah lepas dari bentuknya yang kuno sebelum masa kenabian. Selanjutnya gaya tulisan yang semakin sempurna tersebut digunakan untuk urusan administrasi perkantoran dan surat-menyurat di zaman kekuasaan Islam. Pada abad ke-3 dan ke-4 hijriyah, pola-pola Naskhi bertambah indah berkat kodifikasi yang dilakukan Ibnu Muqlah (272-328 H).
Para ahli sejarah beranggapan, bahwa Ibnu Muqlah adalah peletak dasar lhat Naskhi dalam bentuknya yang sempurna di zaman Bani Abbas. Di zaman kekuasaan Atabek Ali (545 H), usaha memperindah khat Naskhi mencapai puncaknya sehingga terkenallah gaya yang disebut Naskhi Atabeki yang banyak digunakan untuk menyalin mushaf al-Qur’an di abad pertengahan Islam, dan menggeser posisi khat Kufi kuno yang banyak digunakan sebelumnya. Khat ini disebut Naskhi karena para Khattat menulis mushaf al-Qur’an dan berbagai buku dengan menggunakan gayanya. 
Naskhi adalah tulisan yang sangat lentur dengan banyak putaran dan hanya memiliki sedikit sudut yang tajam seperti sudut-sudut Kufi. Sekarang huruf-huruf Naskhi menyebar di aneka penerbitan untuk mencetak buku, koran, dan majalah bahkan meluas menjadi huruf-huruf komputer.
Dibandingkan dengan gaya lain, Naskhi lebih mudah digunakan untuk mengajari membaca para pemula. Ada kesepakatan, nahwa Naskhi membantu penulis menggoreskan penanya dengan cepat dibandingkan kaligrafi bergaya rumit semisal Sulus, karena huruf-hurufnya yang kecil dan pertemuan secara jelas goresan-goresan memanjangnya, didukung oleh harmoni huruf-huruf dan keindahan posturnya. Naskhi ada dua model :

1.      Khat Naskhi Qadim
Naskhi Qadim atau kuno adalah gaya tulisan yang sampai kepada kita dari zaman Abbas kemudian diperindah oleh Ibnu Muqlah, diperindah lagi oleh masyarakat Atabek, lalu diolah lagi menjadi karya yang semakin sempurna oleh orang-orang Turki. Para khattat sekarang secara tradisional menulis dengan gaya ini semata karena mengikuti kaedah dan asal muasalnya yang lama, yang telah diletakkan dasar-dasarnya oleh para empu kita dahulu, mencakup ukuran, ketinggian, tipis tebal garis horizontal dan vertikal, sampai bentuk-bentuk lengkungannya.

2.       Khat Naskhi Suhufi
Naskhi Suhufi atau jurnalistik merupakan gaya tulisan yang terus berkembang bentuk hurufnya. Dinamakan suhufi karena penyebarannya yang luas di lapangan jurnalistik. Berbeda dengan Naskhi Qadim yang lebih lentur dengan banyak putaran, Naskhi Suhufi cenderung kaku dan pada beberapa bagian mendekati bentuk Kufi karena memiliki sudut-sudut yang tajam. Makanya gaya ini kerap disebut Naskhi-Kufi atau perpaduan Naskhi dan Kufi dengan ciri-ciri umum sapuan horizontalnya sangat tebal dan sapuan vertikalnya sangat tipis dan pendek.
Naskhi-Kufi yang banyak digunakan di lapangan advertensi, papan nama, poster, dan judul-judul tulisan koran dan majalah telah masuk dalam dunia komputer sehingga jarang atau bahkan tidak pernah digoreskan langsung oleh tangan.

Bentuk Huruf Khat Naskhi :
Khat Riq'ah adalah sejenis khat yang dirancang oleh orang Turki pada zaman pemerintahan Utsmaniyah (850H). Tujuan khat ini dibuat adalah untuk menyeragamkan tulisan dalam semua urusan resmi di kalangan pegawai. Menurut Kamus Bahasa Riqa'ah berarti potongan kertas yang ditulis. Ia berkembang dari khat nasakh dan Thuluth tetapi perkembangannya dalam bentuk yang agak berbeda dari keduanya, ini lebih mudah. Biasanya ditulis dengan ukuran yang kecil. Bentuk alifnya pendek dan tidak kepala (Tarwisah) seperti Thuluth.

Khat Riq'ah

Khat riq'ah merupakan salah satu khat yang begitu digemari oleh penulis khat ketika zaman Othmaniah dan melalui banyak perbaikan oleh Shaikh Hamdullah al-Amas i. Kemudian setelah itu terjadi lagi beberapa perubahan oleh penulis khat lain sampai ia menjadi populer, digemari dan paling banyak digunakan. Di hari ini, riq'ah adalah pilihan tulisan tangan oleh Masyarakat arab
 
Fitur-fitur tulisan ini adalah bentuk hurufnya berukuran kecil, lebih cepat dan mudah ditulis, jika dibandingkan dengan khat nasakh. Penggunaan khat ini dalam masyarakat kita berfokus pada penulisan catatan dan tulisan. Beberapa langkah telah diambil untuk membuat khat ini dapat dipelajari oleh murid-murid sekolah dan dapat digunakan dalam urusan harian seperti urusan surat menyurat, urusan bisnis, iklan dan promosi barang dan dijadikan judul-judul besar dalam koran.
Khat Farisi 
 
Dahulu kala sebagai warisan dari nenek moyang mereka bangsa Saman yang sebelum Islam menulis dengan khat Pahlevi. Gaya ini merupakan nisbah ke Pahle, suatu kawasan antara Hamadan, Isfahan dan Azerbaijan. Saat Islam menaklukkan negeri Persia, masyarakat Iran pun memeluk Islam sebagai agama baru mereka.
Melalui pergaulan dengan masyarakat Arab muslim, orang-orang Iran mengganti tulisan Pahlevi dengan tulisan Arab yang kemudian mereka namakan khat Ta’liq. Pada waktu-waktu selanjutnya lahir pula gaya-gaya khat yang lain seperti Nasta’liq dan Syikasteh. Terutama dua tulisan pertama, kerap disebut Farisi saja mengingat asalnya dari Persia. Diantara gaya khat Farisi yang populer dari Iran adalah :

1.      Khat Ta’liq atau khat Farisi Ta’liq
Masyarakat Iran mengolah khat Ta’liq dari khat yang digunakan untuk menyalin al-Qur’an waktu itu, yang disebut khat Firamuz. Semula cara-cara menulisnya dicuplik dari kaedah khat Tahrir, khat Riqa’, dan khat Tsulus. Keindahan khat Farisi Ta’liq adalah pada kelenturan putarannya, huruf-huruf tegaknya yang agak condong ke kanan, sapuan-sapuan memanjangnya yang tebal, dan gelombang gerigi yang tebal-tipis secara variatif.
2.      Khat Nasta’liq atau Khat Farisi Nasta’liq
Khat Nasta’liq adalah hasil kreasi kaligrafer Iran Mir Ali al-Harawi, diolah dari khat Ta’liq yang dimasuki sedikit unsur Naskhi sehingga menjadi gabungan Naskhi-Ta’liq atau Nasta’liq. Nasta’liq yang sekarang sering disebut Farisis sebagaimana Ta’liq, dikembangkan dan dipercantik oleh masyarakat Iran. Penggunaannya yang luas menjadi alat tulis naskah harian menempatkannya sama dengan posisi khat Naskhi di wilayah-wilayah lain. Karena itu, sangat mungkin pula gaya ini merupakan khat Ta’liq yang difungsikan sebagai tulisan naskah yang meluas setelah dimodifikasi oleh Mir Ali.

3.      Khat Syikasteh
Di samping khat Ta’liq, orang-orang Iran juga menciptakan kaligrafi gaya baru yang mereka sebut khat Syikasteh, diambil dari khat TA’liq dan khat Diwani. Syikasteh artinya berantakan, karena gores-goresan akhir huruf yang diliarkan sehingga terkesan berantakan atau semrawut. Khat ini digunakan hanya di wilayah Persia dan tidak menyebar ke segenap pelososk wilayah Arab Islam sepeti gaya lain. Hal itu disebabkan karena Syikasteh sulit dibaca. 

4.      Khat Farisi Mutanazhir
Khat jenis ini dihubungkan dengan penampilannya yang saling pantul secara indah dan seimbang. Unsur-unsur saling pantul dalam khat Farisi Mutanazhir ini terletak pada sapuan-sapuan horizontalnya atau pada huruf-huruf vertikalnya seperti alif dan lam yang saling bangun secara harmonis. 

5.      Khat Farisi Mukhtazal
Gaya ini lahir sebagai reaksi atas adanya kemiripan bentuk huruf-huruf Farisi dan kemungkinan satu huruf memiliki lebih dari satu fungsi. Dengan demikian, satu goresan dapat berfungsi sebagai mukhtazal untuk meringkas beberapa huruf sehingga memiliki beberapa bacaan. Gaya ini kerap menyulitkan khattat dan pembaca. Khattat kesulitan karena dalam beberapa keadaan persilangan khat tidak mudah dibuat. Sedangkan bagi pembaca kesulitannya adalah karena menderita kesusahan dalam membaca dan memahami maksudnya, sehingga timbul dugaan bahwa khat semacam ini merupakan teka-teki. Dari sini sebuah peribahasa mengatakan “Khairul khat ma quri’a (sebaik-baik khat adalah yang bisa dibaca).

6.      Khat Farisi Mir’at
Mir’at atau cermin yang berfungsi memantulkan gambar nampak dalam gaya kaligrafi ini saat sisi kanan memantul ke sisi kiri (sama persisi denga khat Tsulus Mutanazhir), makanya sering juga disebut khat Farisi Mutanazhir.

Khat Diwani 
Khat Diwani merupakan salah satu jenis khat yang dicipta oleh penulis khat pada zaman pemerintahan Kerajaan ‘Uthmaniyah. Ibrahim Munif adalah orang yang mencipta kaedah dan menentukan ukuran tulisan khat Diwani. Khat Diwani dikenali secara rasmi selepas negeri Qostantinopal ditawan oleh Sultan ‘Uthmaniyah, Muhammad al-Fatih pada tahun 857 Hijrah.

Khat Diwani digunakan sebagai tulisan rasmi di jabatan-jabatan kerajaan. Seterusnya, tulisan ini mula berkembang ke segenap lapisan masyarakat. Kebiasannya tulisan khat Diwani ini digunakan untuk menulis semua pekeliling pentadbiran, keputusan kerajaan serta surat menyurat rasmi dan pada masa sekarang ianya digunakan untuk menulis watikah, sijil dan untuk hiasan.

Khat Diwani terbahagi kepada 2 jenis iaitu Diwani biasa dan Diwani Mutarabit (bercantum). Akan tetapi, khat Diwani biasa yang banyak digunakan dan diamalkan oleh penulis-penulis khat terkenal berbanding khat Diwani Mutarabit. Asas bentuk bagi kedua-dua jenis khat Diwani ini adalah berbentuk bulat dan melengkung. Ianya ditulis dengan cara yang lembut dan mudah dibentuk mengikut kehendak penulis.

Keistimewaan khat Diwani dapat dilihat pada kesenian bentuk hurufnya yang melengkung dan memerlukan kemahiran penulis khat itu menulisnya dengan lembut dan menepati kaedah. Hashim Muhammad al-Baghdadi dan Syed Ibrahim merupakan antara penulis khat yang terkenal dengan khat Diwani.

4 komentar: